Gunung Kendil, Tempat Memandang Rawa Pening Secara Utuh
Sebelumnya tau kan tentang Danau Rawa Pening ??? Satu danau dengan legenda manusia jelmaan ular “Baru Klinthing” yang mengutuk satu desa dengan penduduk yang sombong dengan menenggelamkannya menjadi sebuah danau. Danau inilah yang juga menjadi daya pikat tersendiri saat pendakian Gunung Kendil. Di puncaknya kita bisa melihat luasnya danau seluas sekitar 2.600 Ha tersebut secara utuh. Jadi Gunung Kendil tersebut layaknya gardu pandang alami untuk menikmati indahnya Rawa Pening dari ketinggian.
Gunung Kendil berada tepat di sebelah utara Gunung Telomoyo dan sebelah barat daya Danau Rawa Pening. Sebelumnya, saya dan Angga tak seberapa tahu tentang akses menuju puncak Gunung Kendil. Sumber yang biasanya kami andalkan tak memberi secercah petunjuk. Biasanya dengan mengetik kata kunci di kotak mesin pencarian, dalam sekejap informasi mengenai destinasi yang akan dituju akan muncul. Kali itu malah Gunung Kendil yang lain yang keluar di mesin pencarian, bukan yang kami maksud. Kalau sudah begitu, modal nekat menjadi modal satu-satunya untuk mencapai puncak Gunung Kendil. Nekat disitu saya artikan yang penting berangkat dulu, masalah lokasi tepatnya bisa tanya sama penduduk sekitar. Bukan nekat yang tanpa tanggung jawab.
Dari Kota Salatiga, Gunung kendil bisa terlihat jelas bersanding dengan Gunung Telomoyo meski tingginya masih kalah jauh. Dengan bekal sudah mengetahui posisinya dari jauh, berarti kami tinggal memacu kendaraan saja mendekatinya. Di satu pagi pada Hari Sabtu kami sepakat bakal ketemu di depan objek wisata Bukit Cinta yang ada di pinggiran Rawa Pening. Setelah berkumpul, kami lanjutkan saja melintasi jalanan Salatiga – Banyubiru ke arah lebih barat lagi.
Sampai di Banyubiru, saya mulai ragu tentang keberadaan Gunung Kendil karena makin lama penampakannya makin menghilang tersamarkan oleh bukit-bukit yang lain. Di sekitaran Rawa Pening memang banyak sekali bukit dan gunung. Kalau Merbabu dan Telomoyo sudah tentu tampak menjulang diantara yang lain.
Benar saja, kami sempat salah. Ternyata yang kami dekati bukan Gunung Kendil, tapi bukit yang lain yang sama-sama lancip puncaknya. Kalau sudah sejauh ini dari pada makin jauh lagi kesasarnya jalan terakhir adalah bertanya sama penduduk sekitar. Kami bertanya saja sama bapak-bapak yang lagi kongko-kongko di pos ronda. Kami ditunjukkan Gunung Kendil yang sebenarnya. Tenyata masih ke arah selatan lagi dari Banyubiru.
Lebih mudahnya untuk menjadi ancer-ancer adalah jika kita dari arah Kota Salatiga, kita harus memacu kendaraan ke arah Banyubiru melewati depan objek wisata Bukit Cinta. Setelah memacu sekian jauh hingga melintasi Sekolah Polisi Negara Banyubiru kita akan menemukan satu pertigaan. Ke kanan arah Ambarawa dan yang ke kiri adalah arah Gunung Kendil yang akan kita tuju.
Puncak Gunung Kendil bisa kita capai dengan sebelumnya kita harus sampai di Desa Tegaron terlebih dulu. Baru selanjutnya kita cari Dusun Puwono yang ada di bawah gunung mini tersebut. Kita akan dipermudah dengan adanya petunjuk yang mengarahkan ke dusun tersebut. Kagetlah saya karena petunjuk arah dusun tersebut bersanding dengan petunjuk ke arah Puncak Gunung Kendil. Wow, ternyata sudah ada yang bikin petunjuk arah puncak gunung tersebut. Berarti kami memakai jalur yang sudah umum digunakan.
Setelah sampai di Dusun Puwono, kita sudah bisa melihat puncak Gunung Kendil dengan jelas. Tapi tenang saja. Jika masih merasa terlalu jauh apabila mulai mendaki dari Dusun Puwono, sebetulnya masih ada dusun yang lebih dekat lagi dengan Puncak Gunung Kendil yaitu Dusun Gesing.
Kami pun memilih yang dekat saja dengan menuju dusun yang teramat damai dengan penduduk yang sangat kebangetan ramahnya. Selalu kagum dengan penduduk desa yang sangat ramah dengan pendatang. Nggak sampai disitu, saat kami kebingungan untuk memarkirkan motor kami, salah satu penduduk dengan senang hati bersedia kami titipi motor saat kami mendaki nanti.
Trek yang menyambut kedatangan kami adalah jalan tanah yang nggak terlalu lebar tapi juga nggak sempit amat. Spesialnya adalah trek ini super licin. Sepertinya jenis tanahnya memang tanah liat, melihat warnanya yang kemerahan.
Kami berjalan di tengah ladang penduduk di lereng Gunung Kendil dengan sesekali menjumpai mereka tengah beraktifitas mengolah ladanganya. Selain itu ternyata ada juga penduduk yang pekerjaannya menyadap aren untuk mendapatkan air niranya. Melihat sekitar memang banyak juga pohon aren disitu.
Kami sempat berjalan beriringan dengan salah satu penyadap aren. Cerita-cerita sedikit sembari menghadapi tanjakan yang makin menjadi saja kemiringannya. Tak bisa dianggap sepele kalau gunung pendek trek pendakiannya juga gampang. Nggak selamanya begitu sih. Buktinya bapak penyadap aren tersebut juga mengiyakan kalau trek Gunung Kendil ada bagian tersulitya. Kalau dikira-kira ada satu bagian trek yang kemiringannya hingga sekitar 75°-an. Namun santai lah, kita sudah dipermudah dengan adanya trap-trapan membentuk anak tangga. Selepas tanjakan itu bapak tersebut mengucapkan salam perpisahan kepada kami karena beliau akan menuju arah pohon aren yang akan disadapnya.
Trek selanjutnya berupa jalan setapak tipis yang kadang berbatasan langsung dengan jurang yang dibatasi hanya dengan pepohonan perdu saja. Rerumputan disana juga masih lebat walau tak jarang penduduk yang naik untuk merumput. Sempat kami berpapasan dengan dua sejoli kakek nenek yang memikul seonggok rumpuk dari atas. Tak lupa senyuman ramah dan teguran sapa mereka lontarkan kepada kami yang tengah terengah-engah. Takjubnya, mereka berdua nyeker men, tanpa alas kaki menanjaki trek selicin itu. Selain kagum dengan keramahan penduduk sekitar, saya sendiri tak jarang terkagum-kagum akan kekuatan fisik mereka yang walau sudah berumur lanjut namun masih tetap kuat naik turun bukit, tak hanya badan saja yang dibawa namun beban seonggok rumput untuk peliharaan kesayangan perlu diacungi 4 jempol.
Tak lama kemudian kami sampai di dataran dengan view full-free tanpa halangan. Yap, kami telah sampai di puncaknya setelah mendaki selama sekitar 50 menit. Pemandangannya sungguh mempesona, tapi kalau datang di musim yang pas tentunya bakal lebih istimewa lagi. Gunung gemunung di sekitar bakal terlihat semua dan yang menjadi tokoh utama yaitu Rawa Pening juga tentunya akan berkilau dengan indahnya. Saat itu karena kami juga naik sudah terlampau siang ditambah musim hujan yang belum usai jadilah kami harus puas dengan keindahan yang sedikit diiasi kabut. Tapi tak apa, lokasinya juga tak terlalu jauh dengan rumah jadi jika lain waktu ada kesempatan bisa lah ntar menyambangi Puncak Gunung Kendil lagi.
Saat berada di puncak kami bisa melihat desa-desa di bawah dengan jelas bersanding dengan persawahan, selain itu juga Rawa Pening bisa kita lihat secara utuh tanpa halangan. Kami tak berlama-lama berada di puncak karena makin siang kabut kelam juga makin menebal saja. Kami putuskan saja untuk segera turun.
Oiya, selain melewati jalur yang seperti kami pakai yaitu dari sebelah utara, ternyata ada jalur satu lagi yang bisa digunakan yaitu dari arah sebelah selatan. Di puncaknya lah kami baru bisa tahu ternyata ada dua jalur yang bisa dipakai, tapi yang jalur satu lagi masih belum kami ketahui kejelasannya.