Nature is Nears God

Menikmati dan Menjaga ciptaanNya.

Nature is Nears God

Menikmati dan Menjaga ciptaanNya.

Nature is Nears God

Menikmati dan Menjaga ciptaanNya.

Nature is Nears God

Menikmati dan Menjaga ciptaanNya.

Tuesday, September 5, 2017

New Kampung Air Sraten - Desa Wisata Sraten



Seolah tak mau kalah dengan desa tetangga desa Gedangan, Desa Sraten mulai berbenah menjadi desa rintisan wisata berbasis air. Dengan memanfaatkan aliran kali ngodo yang melewati jembatan Nagan di desa Sraten, maka dibangunlah bendungan di bawah jembatan tersebut.



New Desa Wisata Air Gedangan - Kali Ngodo


Wisata alam sungai Kali Ngodo tertelak di Dusun Karangnongko, Desa Gedangan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Dusun ini mempunyai luas wilayah 20 Ha terdiri dari 3 rukun tetanggan (RT), untuk batas batas wilayahnya sebelah timur Salatiga, sebelah utara Gedangan, sebelah barat Bandungan, sebelah selatan Bendo.

Sejarah Dusun menurut cerita yang berasal dari nenek moyang dusun Karangnongko dahulu kala daerah ini banyak sekali pohon buah nangka (nongko bahasa Jawa) dan karena pergunaannya dialihkan menjadi pemukiman penduduk, maka pohon nangka tersebut ditebangi, sehingga pohon nangka menjadi jarang (arang bahasa Jawa) ditemukan ditempat ini. Maka oleh kyai Demeling yang di percaya sebagai orang yang buka alas daerah ini dinamakan Karangnongko (jarang pohon buah nangka).

Dusun Karangnangka merupakan salah satu pilar ekonomi Desa Gedangan yang merupakan sebuah nama salah satu desa yang terletak di kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang. Desa Gedangan terletak di tengah-tengah kawasan kaki gunung Merbabu dan daerah sekitaran Rawa Pening, sehingga Gedangan mempunyai daerah perkebuna, kehutanan dan persawahan. Desa Gedangan wilayah topografinya 500 m diatas permukaan laut dan beriklim tropis bersuhu kisaran 20 °C – 30 °C sehingga menjadikan Desa Gedangan wilayah yang sejuk, dan cocok dijadikan tempat persinggahan.

Letak geografis desa Gedangan di koordinat 110.4625’’ bujur Timur dan -7.332383’’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 267,707 Ha. Batas wilayah desa Gedangan sebelah barat adalah desa Kalibeji dan desa Rowosari, sebelah selatan desa Polobogo, sebelah utara desa Sraten, dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kota Salatiga, sehingga warga Gedangan sering menyebutnya sebagai bagian dari wilayah Kota Salatiga.

Pada masa Penjajahan Belanda banyak para bangsawan yang manjadi Pejabat di Keraton Solo beserta prajuritnya melarikan diri karena tidak berkenan dengan kebijakan pihak Belanda,termasuk Wijaya Kusuma dan Wicitra Kusuma.Mereka lari tanpa tujuan yang pasti melewati banyak daerah dengan beraneka ragam situasi, namun mereka belum juga menemukan daerah yang dirasa aman hingga sampailah mereka ke sebuah daerah tidak bertuan yang sangat subur dan daerah tersebut banyak ditumbuhi pohon Pisang atau dalam bahasa Jawa disebut Gedang.

Mereka memutuskan untuk menetap didaerah tersebut dengan mata pencaharian bercocok tanam dan mereka semua merasa nyaman. Semakin lama daerah tersebut menjadi berkembang. Dan sesuai perkembangan jaman maka daerah tersebut dipanggil dengan sebutan Gedangan.

Namun dalam versi lain ada sesepuh yang menyatakan bahwa Wijaya Kusuma dan Wicitra Kusuma beserta anak buahnya lari dari wilayah  Keraton Solo karena dikejar Pasukan Belanda dalam sebuah pertempuran .Mereka melarikan diri tanpa arah dan tujuan, hingga mereka hampir tersusul oleh pasukan Belanda .Karena kalah dalam jumlah dan persenjataan wijaya Kusuma .

Wijaya Kusuma dan prajuritnya  bersembunyi didaerah yang penuh dengan pohon Gedang atau Pisang, setelah Belanda pergi dan keadaan dirasa aman  mereka memutuskan menetap didaerah tersebut dan untuk mengenang tempat persembunyian mereka dari kejaran pasukan Belanda tersebut  mereka menamakan daerah tempat tinggal mereka yang penuh dengan pohon pisang atau Gedang dengan nama Gedangan.

Setelah meninggal Wijaya Kusuma dimakamkan di pemakaman kecil sedangkan Wicitra Kusuma dimakamkan di pemakaman Gede. Setelah Indonesia merdeka daerah Gedangan sudah mulai ada pemerintahan desa dengan lurah Nyai Samban seorang wanita .Pada masa pemerintahan lurah Sumarno setelah Nyai Samban wafat ada peraturan yang menyatakan jumlah minimal penduduk dalam satu desa ,kemudian diadakan penggabungan dengan dusun Bandongan ,sebuah dusun yang bersebelahan dengan Gedangan.

Untuk nama desa kemudian diundi antara nama Bandongan dan Gedangan, dan yang keluar adalah nama Gedangan. Sejak saat itu Gedangan sah menjadi nama desa yang hingga sekarang sudah berkembang dengan pesat.

DATA GEOGRAFIS DESA GEDANGAN
Letak geografis: 110.4625’’ bujur Timur dan -7.332383’ Lintang Selatan.
Luas wilayah: 267,707Ha
Topografi: Luas Kemiringan Rata-rata
•    Datar: 196,713 Ha
•    Pegunungan: 70,994 Ha
•    Ketinggian Rata-rata dari Permukaan Laut: 500 m
Batas Wilayah:
•    Sebelah Barat Desa Kalibeji dan Desa Rowosari,
•    Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Polobogo Kecamatan Getasan,
•    Sebelah Timur wilayah Kabupaten Semarang berbatasan dengan Wilayah Kota Salatiga
•    Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sraten.
Klimatologi:
•    Iklim: Tropis
•    Suhu Udara Rata-rata: 20° C – 30 °C
•    Curah Hujan: 3000 mm
•    Kelembaban Udara:
•    Kecepatan Angin:
Luas Lahan:
•    Pertanian: Sawah Teririgasi: 30,500 Ha. Sawah Tadah Hujan: 0 Ha
•    Pemukiman: 60 Ha
Dusun di Desa Gedangan,Tuntang Kabupaten Semarang

Dengan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) Pemerintah Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang,  berencana akan menyulap sungai “Ngodo” yang berada di Dusun Karangnongko diharapkan menjadi area rekreatif dengan menyediakan fasilitas seperti , kolam bermain, gazebo, kedai aneka kuliner dan arung jeram.

Selain itu, yang di utamakan yakni pelestarian hijau sebagai pelengkap keindahan kebutuhan reakratif, dengan tetap menghargai kehadiran lingkungan sebagai tempat hidup ekosistem alam dan dalam site ini akan disiapkan area rekreatif yang menarik.

Dengan memanfaatkan area sungai “Ngodo” yang rindang dan sejuk serta suasana kebun yang bersahabat dengan jarak yang hanya sekitar 300 meter dari pemukiman warga, sehingga memudahkan akses para pengunjung ke area rekreatif ini.

Menata desa dengan sentuhan seni kearsitekturan memiliki nilai lebih ini dapat di saksikan dengan adanya kegiatan memanfaatkan area terbuka menjadi sebuah destinasi wisata, meski dengan luas araea yang pas-pasan,  namun pesona alam yang sejuk apalagi site ini berada di tengah perkebunan,  sehingga lebih menjadikan  tempat wisata yang diharapkan kedepan membawa susana baru di Desa Gedangan dan sebagai bentuk usaha ekonomi desa.

Dalam analisis prarencana desain objek wisata Desa Gedangan diharapkan sebagai upaya menyediakan sarana rekreatif yang menciptakan  hiburan baru bagi keluarga, sarana rereatif yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan wisata masayarakat adalah dengan mengadakan berbagai fasilitas sevice dan pedestarian sebagai pelengkap keindahan sarana hiburan.

Pasalnya, sumber air di sendang ini, akan  mengalir deras di saat musim kemarau dan sebaliknya. Dengan posisi sekitar 2 meter lebih rendah di bawah site wisata ini, aliran sungai yang deras ini dapat di kembangkan sebagai area wisata arung jeram.

Dengan di wacanakan objek wisata di Dusun Karangnongko, selain untuk meningkatan pendapatan desa juga untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Perencanaan strategis paska diusulkan sebagai desa wisata ke dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, Desa Gedangan melalui kegiatan pemuda dan remajanya dalam merevitalisasi keberadaan sungai Ngodo sebagai objek pariwisata, hiburan dan olahraga diharapkan menemukan formulanya. Keindahan alam sungainya berpotensi untuk kegiatan susur sungai dan jelajah alam relatif baik.

Ditambah lagi derasnya sungai berkategori sungai sedang, selain dimanfaatkan penduduk setempat untuk irigasi, air minum dan keperluan rumah tangga dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan hiburan dan olahraga seperti tubbing dan arung jeram. Pemanfaatan lahan sepanjang daerah hulu dan Daerah Aliran Sungai untuk penghijauan diharapkan mampu mempertahankan debit air sungai guna keberlangsungan kehidupan masyarakat seyogyanya diprioritaskan.

Pembukaan bumi perkemahan, taman bermain, pusat jajanan, home stay keluarga, pusat budaya dan ekonomi kerakyatan, cagar alam, tempat latihan olahraga dan training serta gathering bagi publik (instansi maupun komunitas) secara luas merupakan bagian dari action plan yang potensial jika semua pihak yang terlibat secara baik.hal ini membuka peluang demi pertumbuhan ekonomi desa melalui BUMDes yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar demi kesejahteraan bersama.

Wednesday, March 29, 2017

Kampung Kopi Sirap Jambu Ambarawa

Satu lagi wiisata edukasi kopi, selain Kopi Banaran atau Kopi Eva, ya Kampung Kopi Sirap namanya, menawarkan wisata alternatif filosofi kopi dengan cara menikmati berbagai macam kopi di tengah perkebunan. Adapun lokasi di dsn sirap desa.kelurahan kec jambu ambarawa.

Sunday, March 19, 2017

New Desa Pelangi Bejalen Ambarawa

Bejalen merupakan salah satu desa wisata yang berada di wilayah Kabupaten Semarang, 3 km dari pusat kota Ambarawa dan terletak berdekatan dengan Rawa Pening. Hal tersebut menjadi alasan mengapa Bejalen memiliki banyak potensi yang bisa digali diantaranya pariwisata.

Dengan keunggulan dari sektor pariwisata, perekonomian masyarakatnya pun ikut meningkat. Wisata air dan wisata edukasi menjadi andalan desa ini, selain buah salaknya yang sudah terkenal sejak dahulu. Desa wisata Bejalen terdiri hanya 2 dusun, dengan jumlah KK ± 500, dan penduduknya 1.700 jiwa.

Kini desa yang sedang berdandan seperti pelangi ini meyediakan desa wisata air perahu, homestay, kuliner nastar salak, dan selfie kampung pelangi.

Friday, March 17, 2017

Wisata Gedong Pass Tajuk Getasan

G-PASS (Gedong PASS) ikon wisata baru berada diperbatasan kopeng Desa Tajuk,Kecamatan Getasan, Kab.Semarang merasakan sensasi indahnya sunrise dan panorama 6 gunung ditengah birunya rawa pening. Berada diketinggian 1.700 dpl. Disepanjang perjalanan disuguhkan pohon-pohon pinus dan melewati pohon jomblo.Dengan akses jalan yg sudah bagus dan sudah dikasih petunjuk jalan. Tempat ini sangat recomended untuk liburan. Juga terdapat air terjun gedong, tapi akses jalan masuk lagi dibuat.

Saturday, March 11, 2017

Wisata Pereng Kuning Banyubiru

BANYUBIRU- Objek wisata pertapaan Pereng Kuning yang berada di Dusun Kepil, Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, siap menarik para wisatawan. 
Selain untuk wisata religi, di lokasi tersebut terdapat Sendang Pancuran dan uji nyali panjat tebing alami. 
‘’Pereng Kuning dikenal sebagai tempat pertapaan. Banyak orang dari Demak, Salatiga, Semarang, Solo, dan Surabaya yang datang untuk ritual. Mereka biasanya menghindari malam Jumat Kliwon,’’  kata Ahmad Suhadi (85), juru kunci Pereng Kuning, kemarin. 


Kakek yang biasa disapa Mbah Mad itu menjelaskan, dulu kala saat peperangan di Kerajaan Demak Bintoro melawan Belanda, ada salah satu prajurit kerajaan Demak dikejar Belanda. 
Dia lari dengan kuda kesayangannya ke arah Banyubiru dan bersembunyi di pereng berwarna kuning.
’’Bila dilihat dari kejauhan, tempat ini seperti kuning keemasan,’’ ujarnya. 

Prajurit tersebut, lanjut Mbah Mad, memakai nama samaran Raden Sunarno. Dia bertapa bertahun-tahun dan menghilang. Tempat itu diberi nama Taman Selo Kantoro. Di depan Pereng Kuning ada dua pohon kemadu yang sangat besar. 
Di sebelah Pereng Kuning ada Sendang Pancuran yang airnya mengalir jernih sepanjang tahun. Tamu biasanya berwudhu di situ sebelum ritual.

Di sisi kiri Pereng Kuning ada batu tebing yang sangat indah dan artistik. Banyak turis dari Eropa dan beberapa mahasiswa uji nyali panjat tebing alami dengan ranting pohon tua sebagai tali untuk naik. 

‘’Sekitar 40 meter di sisi kiri Pereng Kuning terdapat pertapaan Maling Kopo. Banyak akar besar menjuntai ke bawah sepeti tirai kawat baja sebab dipakai untuk bergelantungan anak-anak sampai dewasa tidak putus,’’ jelas Yossiady BS penggerak wisata Kabupaten Semarang yang menemukan potensi objek wisata ini. 

Lokasi pertapaan ini, oleh Yossiady atau akrab disapa Bang Yoss, akan dijadikan objek wisata berbasis ekonomi kerakyatan.
’’Pereng Kuning potensi menjadi wisata religi dan uji nyali. Fasilitas parkir, homestay, warung makan, guide lokal, disediakan di sana,’’ tutur Yossi. 
Kadus Kepil, Fahrul Rozi, mengatakan, pada 1989 pernah ada wacana Pereng Kuning diangkat jadi objek wisata namun gagal.’’Saat ini ada Bang Yoss, penggerak pariwisata Kabupaten Semarang, hadir di desa kami dan membawa semangat bagi kami,’’ tandasnya.

Zulfa (29) pemuda desa ini, juga mengaku senang atas kehadiran Yossi yang memberi semangat baru.’’Pada 27 November hingga 5 Desember, kami kerja bakti memoles objek wisata ini,’’ ucapnya. Testy, siswi SMP desa ini juga mengaku senang dengan adanya pemberdayaan wisata ini pada awal bulan Sura.’’Saya senang banget bisa ikut pawai tumpeng 10 Muharram di Pereng Kuning,’’ jelasnya

Durian Brongkol Dalam Sejarah

Brongkol adalah sebuah desa di kecamatan Jambu, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi Di kaki Gunung Kelir, sebuah gunung kecil di sebelah utara Gunung Telomoyo. Desa ini sangat dikenal karena merupakan daerah produsen durian yang mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, mempunyai rasa manis bercampur pahit, dan aroma harum yang menyengat. Buah ini tumbuh sekitar bulan Januari, Februari, dan Maret dan dijual oleh penduduk dengan harga variasi antara 10.000 sampai 50.000 rupiah.

Kesadaran penduduk dalam bidang pendidikan sangat tinggi, sehingga desa ini cukup disegani karena banyak melahirkan prestasi dan tokoh masyarakat. Banyak anak desa yang sekolah di perguruan tinggi ternama seperti UI, UGM, UNDIP, UNY, UDINUS, UKSW, UNIKA dan lain sebagainya.

Sejarah

Penduduk selalu memule leluhur tiap tahun sekali yang sering disebut sebagai "Cikal Bakal Desa Brongkol" yang bernama Ki Sontomerto dan Nyi Sontomerto Ingkang Sumare Ing Ngembat. Nama tersebut selalu dikenang pada saat acara kadeso. Tidak diketahui secara persis tahun berapa dia memulai berdomisili di desa ini. Namun nama Brongkol diambil bukan dari namanya melainkan karena daerah tersebut banyak tumbuh Bonggol Bambu Bongkol (Pring Belo). Tumbuhan tersebut sekarang sudah mulai langka.

Pada Zaman Perang Gerilya, desa Brongkol merupakan jalur yang dilewati oleh para pejuang. Tokoh-tokoh besar seperti Jendral Sudirman dan Kolonel Suharto pernah melewati jalur tersebut. Desa inipun sempat mendapatkan hujaman dari Bom Belanda baik dari pesawat tempur maupun yang ditembakkan dari Ambarawa. Beberapa orang mendapat penghargaan sebagai veteran diantaranya:

Desa Brongkol bisa dikatakan desa makmur karena mempunyai kebun di lereng gunung, dan di kaki gunung terbentang luas sawah yang subur. Hal ini disebabkan banyaknya sumber air yang berfungsi sebagai pengairan diantaranya adalah sumber Ngancar dan Mbalong. Tidak keliru jika Pemerintah Kabupaten merencanakan desa ini dikembangkan menjadi desa Agro Bisnis Durian. Tapi sayang durian adalah buah musiman sehingga tentu saja panennya hanya setahun sekali. Buah Durian Brongkol sudah berkali-kali memenangkan kejuaraan tingkat Nasional. Adapun jenis duriannya adalah kendil, kopek, jambon, sukun, dan kenteng. Dari durian yang berlimpah ini, bisa saja penduduk diajari untuk membuat berbagai produk. Buah durian diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya menjadi kue durian, dodol, difermentasi, atau dijadikan asinan. Kini arilus durian juga diciutkan dan dibungkus lalu dibekukan untuk memperpanjang penyediaan durian. Dengan cara ini buah durian dapat diterima di pasaran ekspor. Rasa durian lebih disenangi dalam bentuk es krim dan kue-kue. Biji durian yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil. Sebetulnya jika melihat kondisi alamnya terlebih sumber air yang berlimpah membuat adanya peluang bagi masyarakat atau investor.Memanfaatkan menjadi perikanan, atau sangat memungkinkan jika sumber air tersebut dibangun kolam permandian dan tempat wisata. Selama ini masyarakat Ambarawa kalau berenang harus pergi ke Muncul, lokasi yang sangat jauh. Kalau ada investor membangun permandian di desa ini, maka sangat dimungkinkan masyarakat Ambarawa dan sekitarnya akan memanfaatkan waktu senggangnya untuk berenang atau berlibur di Desa Brongkol.

Durian Brongkol, Rasanya Legit Manis dan Pahit


Durian Brongkol, dari Dusun Brongkol Kecamatan Jambu sudah terkenal di kalangan “penggila” durian. Buahnya kuning, terasa legit saat dikunyah. Tak hanya itu, dagingnya tebal dan di lidah terasa manis dan bercampur pahit. Ukurannya cukup besar dan tak kalah enaknya dengan durian Montong (bukan lokal).

Terletak di Dusun Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, desa ini bisa dikatakan desa makmur karena mempunyai kebun di lereng gunung, dan di kaki gunung terbentang luas sawah yang subur.

Hal ini disebabkan banyaknya sumber air yang berfungsi sebagai pengairan diantaranya adalah sumber Ngancar dan Mbalong. Tidak keliru jika Pemerintah Kabupaten merencanakan desa ini dikembangkan menjadi desa Agro Bisnis Durian.

Buah Durian Brongkol sudah berkali-kali memenangkan kejuaraan tingkat Nasional. Adapun jenis duriannya adalah kendil, kopek, jambon, sukun, dan kenteng.

Dari durian yang berlimpah ini, penduduk mendapatkan pelajaran untuk membuat berbagai produk turunan dari buah duren (durian ini).

Buah durian diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya menjadi kue durian, dodol, difermentasi, atau dijadikan asinan.

Kini arilus durian juga diciutkan dan dibungkus lalu dibekukan untuk memperpanjang penyediaan durian. Dengan cara ini buah durian dapat diterima di pasaran ekspor.

Rasa durian lebih disenangi dalam bentuk es krim dan kue-kue. Biji durian yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil.

Sejarah dahsyat perjuangan negeri ini yaitu pertempuran “Palagan Ambarawa” yang terkenal itu, dimana Brongkol menjadi perlintasan alternatif dan strategis menuju Ambarawa bila dari Jogjakarta, Ibu Kota darurat masa perang kemerdekaan.

Menurut Sulismono, salah seorang kolumnis dan penjual bibit tanaman Durian (Duren), dia bersama rekannya mengunjungi sebuah rumah di Ngaprah. Di rumah tersebut, ia mendapatkan cerita bahwa dulu Soepardjo Roestam (Mantan Menkokesra Era Soeharto) pernah ditanya wartawan seputar Palagan Ambarawa.

Ia (Soepardjo Roestam, red.) mengatakan bahwa dia agak ‘kesal’ sekaligus kagum dengan Soeharto, ketika iring-iringan Palagan Ambarawa bertempur melawan agresi militer Belanda.

Menurut Soepardjo Roestam ketika ditanya wartawan, Soeharto kala itu berjalan sangat cepat. Keberanian taktik dan strategi perang gerilya Panglima Kol. (Sebelum menjadi Jendral Besar, Anumerta) Soedirman yang diaplikasikan Soeharto waktu itu betul-betul mengetarkan/mengangetkan dunia; ternyata “Indonesia” masih ada. Soeharto betul-betul memartirkan dirinya untuk mati demi Republik Indonesia.

Belanda mengirimkan tim kontra gerilya untuk menghadang iring-iringan tersebut, seeperti orang-orang Boer, Afrika.

Ketika Soeharto dikirim untuk operasa buka jalan, Ia (Soeahrto, red.) pun sampai terpojok dan terkepung di sebuah rumah. Namun berkat pertolongan orang setempat, Soeharto mampu lolos dengan cara ditutupi tumbu (semacam anyaman bambu).

Sulismono ketika mengunjungi tepat persembunyian Soeharto di Ngrapah, melihat ada Rumah kecil dan tua, namun pernah ditempati orang-orang besar seperti Gatot Soebroto. Di sana Sulistomo mendapat kisah juga bahwa Palagan Ambarawa kerap kali memakan buah-buahan hutan di areal hutan yang luas dan lebat di desa terdekat (Brongkol) dan akhirnya juga berhasil memukul mundur pasukan Kerajaan Belanda ke arah Semarang.

Desa Jambu (Kecamatan Jambu) dan Peristiwa Sejarah

Palagan Ambarawa

Desa Jambu (kini Kecamatan Jambu) tercatat mengalami peristiwa bersejarah, antara lain ketika pertempuran Ambarawa, dimana desa ini merupakan salah satu tempat dimana pasukan NICA Kerajaan Belanda terkepung oleh pasukan Sarbini dibawah komando Kolonel (pada waktu itu) Soedirman.

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan.

TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru.

Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka.

Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben.

Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.

Sebelum Serangan Umum 1 Maret 1949

Beberapa bulan sebelum Perintah Serangan Umum 1 Maret 1949, Soedirman dan anak buahnya bergerak menuju Desa Jambu dan tiba pada 9 Januari 1949. Di sana, Soedirman bertemu dengan beberapa menteri yang tidak berada di Yogyakarta saat penyerangan: Supeno, Susanto Tirtoprojo, dan Susilowati.

Bersama para politisi ini, Soedirman berjalan ke Banyutuwo sambil memerintahkan beberapa tentaranya untuk menahan pasukan Belanda.

Di Banyutuwo, mereka menetap selama seminggu lebih. Namun, pada 21 Januari, tentara Belanda mendekati desa. Soedirman dan rombongannya terpaksa meninggalkan Banyutuwo, berjuang menembus jalan dalam hujan lebat.

Di Desa Jambu ini pasukan sudirman kerap kali menyantap getuk, buah jambu, pisang, durian dan juga sayur-sayuran. Mengingat kondisi fisiknya pada saat itu mulai menurun. Menurut cerita para pelaku sejarah yang masih hidup, Soedirman hanya sedikit makan nasi, tidak sampai sepertiga pelepah daun jati (setengah piring kurang, red.)

Soedirman memerintahkan Letkol. Hutagalung untuk mulai merencanakan serangan besar-besaran, dengan prajurit TNI berseragam akan menyerang Belanda dan mununjukkan kekuatan mereka di depan wartawan asing dan tim investigasi PBB. Hutagalung, bersama para prajurit dan komandannya, Kolonel Bambang Sugeng, serta pejabat pemerintahan di bawah pimpinan Gubernur Wongsonegoro, menghabiskan waktu beberapa hari dengan membahas cara-cara untuk memastikan agar serangan itu berhasil. Pertemuan ini menghasilkan rencana Serangan Umum 1 Maret 1949, yang kemudian dilancarkan oleh Soeharto.

Wisata Gunung Kendil Wirogomo Banyubiru

Gunung Kendil, Tempat Memandang Rawa Pening Secara Utuh


Sebelumnya tau kan tentang Danau Rawa Pening ??? Satu danau dengan legenda manusia jelmaan ular “Baru Klinthing” yang mengutuk satu desa dengan penduduk yang sombong dengan menenggelamkannya menjadi sebuah danau. Danau inilah yang juga menjadi daya pikat tersendiri saat pendakian Gunung Kendil. Di puncaknya kita bisa melihat luasnya danau seluas sekitar 2.600 Ha tersebut secara utuh. Jadi Gunung Kendil tersebut layaknya gardu pandang alami untuk menikmati indahnya Rawa Pening dari ketinggian.

Hasil gambar untuk gunung kendil banyubiru

Gunung Kendil berada tepat di sebelah utara Gunung Telomoyo dan sebelah barat daya Danau Rawa Pening. Sebelumnya, saya dan Angga tak seberapa tahu tentang akses menuju puncak Gunung Kendil. Sumber yang biasanya kami andalkan tak memberi secercah petunjuk. Biasanya dengan mengetik kata kunci di kotak mesin pencarian, dalam sekejap informasi mengenai destinasi yang akan dituju akan muncul. Kali itu malah Gunung Kendil yang lain yang keluar di mesin pencarian, bukan yang kami maksud. Kalau sudah begitu, modal nekat menjadi modal satu-satunya untuk mencapai puncak Gunung Kendil. Nekat disitu saya artikan yang penting berangkat dulu, masalah lokasi tepatnya bisa tanya sama penduduk sekitar. Bukan nekat yang tanpa tanggung jawab.

Dari Kota Salatiga, Gunung kendil bisa terlihat jelas bersanding dengan Gunung Telomoyo meski tingginya masih kalah jauh. Dengan bekal sudah mengetahui posisinya dari jauh, berarti kami tinggal memacu kendaraan saja mendekatinya. Di satu pagi pada Hari Sabtu kami sepakat bakal ketemu di depan objek wisata Bukit Cinta yang ada di pinggiran Rawa Pening. Setelah berkumpul, kami lanjutkan saja melintasi jalanan Salatiga – Banyubiru ke arah lebih barat lagi.

Sampai di Banyubiru, saya mulai ragu tentang keberadaan Gunung Kendil karena makin lama penampakannya makin menghilang tersamarkan oleh bukit-bukit yang lain. Di sekitaran Rawa Pening memang banyak sekali bukit dan gunung. Kalau Merbabu dan Telomoyo sudah tentu tampak menjulang diantara yang lain.
Hasil gambar untuk gunung kendil banyubiru

Benar saja, kami sempat salah. Ternyata yang kami dekati bukan Gunung Kendil, tapi bukit yang lain yang sama-sama lancip puncaknya. Kalau sudah sejauh ini dari pada makin jauh lagi kesasarnya jalan terakhir adalah bertanya sama penduduk sekitar. Kami bertanya saja sama bapak-bapak yang lagi kongko-kongko di pos ronda. Kami ditunjukkan Gunung Kendil yang sebenarnya. Tenyata masih ke arah selatan lagi dari Banyubiru.
Lebih mudahnya untuk menjadi ancer-ancer adalah jika kita dari arah Kota Salatiga, kita harus memacu kendaraan ke arah Banyubiru melewati depan objek wisata Bukit Cinta. Setelah memacu sekian jauh hingga melintasi Sekolah Polisi Negara Banyubiru kita akan menemukan satu pertigaan. Ke kanan arah Ambarawa dan yang ke kiri adalah arah Gunung Kendil yang akan kita tuju.

Hasil gambar untuk gunung kendil banyubiruPuncak Gunung Kendil bisa kita capai dengan sebelumnya kita harus sampai di Desa Tegaron terlebih dulu. Baru selanjutnya kita cari Dusun Puwono yang ada di bawah gunung mini tersebut. Kita akan dipermudah dengan adanya petunjuk yang mengarahkan ke dusun tersebut. Kagetlah saya karena petunjuk arah dusun tersebut bersanding dengan petunjuk ke arah Puncak Gunung Kendil. Wow, ternyata sudah ada yang bikin petunjuk arah puncak gunung tersebut. Berarti kami memakai jalur yang sudah umum digunakan.

Setelah sampai di Dusun Puwono, kita sudah bisa melihat puncak Gunung Kendil dengan jelas. Tapi tenang saja. Jika masih merasa terlalu jauh apabila mulai mendaki dari Dusun Puwono, sebetulnya masih ada dusun yang lebih dekat lagi dengan Puncak Gunung Kendil yaitu Dusun Gesing.

Kami pun memilih yang dekat saja dengan menuju dusun yang teramat damai dengan penduduk yang sangat kebangetan ramahnya. Selalu kagum dengan penduduk desa yang sangat ramah dengan pendatang. Nggak sampai disitu, saat kami kebingungan untuk memarkirkan motor kami, salah satu penduduk dengan senang hati bersedia kami titipi motor saat kami mendaki nanti.

Trek yang menyambut kedatangan kami adalah jalan tanah yang nggak terlalu lebar tapi juga nggak sempit amat. Spesialnya adalah trek ini super licin. Sepertinya jenis tanahnya memang tanah liat, melihat warnanya yang kemerahan.

Kami berjalan di tengah ladang penduduk di lereng Gunung Kendil dengan sesekali menjumpai mereka tengah beraktifitas mengolah ladanganya. Selain itu ternyata ada juga penduduk yang pekerjaannya menyadap aren untuk mendapatkan air niranya. Melihat sekitar memang banyak juga pohon aren disitu.

Hasil gambar untuk gunung kendil sepakung
Kami sempat berjalan beriringan dengan salah satu penyadap aren. Cerita-cerita sedikit sembari menghadapi tanjakan yang makin menjadi saja kemiringannya. Tak bisa dianggap sepele kalau gunung pendek trek pendakiannya juga gampang. Nggak selamanya begitu sih. Buktinya bapak penyadap aren tersebut juga mengiyakan kalau trek Gunung Kendil ada bagian tersulitya. Kalau dikira-kira ada satu bagian trek yang kemiringannya hingga sekitar 75°-an. Namun santai lah, kita sudah dipermudah dengan adanya trap-trapan membentuk anak tangga. Selepas tanjakan itu bapak tersebut mengucapkan salam perpisahan kepada kami karena beliau akan menuju arah pohon aren yang akan disadapnya.
Hasil gambar untuk gunung kendil sepakungTrek selanjutnya berupa jalan setapak tipis yang kadang berbatasan langsung dengan jurang yang dibatasi hanya dengan pepohonan perdu saja. Rerumputan disana juga masih lebat walau tak jarang penduduk yang naik untuk merumput. Sempat kami berpapasan dengan dua sejoli kakek nenek yang memikul seonggok rumpuk dari atas. Tak lupa senyuman ramah dan teguran sapa mereka lontarkan kepada kami yang tengah terengah-engah. Takjubnya, mereka berdua nyeker men, tanpa alas kaki menanjaki trek selicin itu. Selain kagum dengan keramahan penduduk sekitar, saya sendiri tak jarang terkagum-kagum akan kekuatan fisik mereka yang walau sudah berumur lanjut namun masih tetap kuat naik turun bukit, tak hanya badan saja yang dibawa namun beban seonggok rumput untuk peliharaan kesayangan perlu diacungi 4 jempol.

Tak lama kemudian kami sampai di dataran dengan view full-free tanpa halangan. Yap, kami telah sampai di puncaknya setelah mendaki selama sekitar 50 menit. Pemandangannya sungguh mempesona, tapi kalau datang di musim yang pas tentunya bakal lebih istimewa lagi. Gunung gemunung di sekitar bakal terlihat semua dan yang menjadi tokoh utama yaitu Rawa Pening juga tentunya akan berkilau dengan indahnya. Saat itu karena kami juga naik sudah terlampau siang ditambah musim hujan yang belum usai jadilah kami harus puas dengan keindahan yang sedikit diiasi kabut. Tapi tak apa, lokasinya juga tak terlalu jauh dengan rumah jadi jika lain waktu ada kesempatan bisa lah ntar menyambangi Puncak Gunung Kendil lagi.
Hasil gambar untuk gunung kendil banyubiru
Saat berada di puncak kami bisa melihat desa-desa di bawah dengan jelas bersanding dengan persawahan, selain itu juga Rawa Pening bisa kita lihat secara utuh tanpa halangan. Kami tak berlama-lama berada di puncak karena makin siang kabut kelam juga makin menebal saja. Kami putuskan saja untuk segera turun.

Oiya, selain melewati jalur yang seperti kami pakai yaitu dari sebelah utara, ternyata ada jalur satu lagi yang bisa digunakan yaitu dari arah sebelah selatan. Di puncaknya lah kami baru bisa tahu ternyata ada dua jalur yang bisa dipakai, tapi yang jalur satu lagi masih belum kami ketahui kejelasannya.

Friday, March 10, 2017

Puncak Gampeng Gunung Kelir Wonokasihan Bedono




Kawasan Gunung Kelir sedang dikembangkan menjadi Coffee Techno Park, yaitu kawasan kopi dengan memadukan unsur pariwisata, bisnis dan edukasi.

Puncak Gampeng dari Desa Bedono menawarkan pemandangan yang indah dan perkebunan kopi yang sangat luas. Puncak Gampeng ini terletak 1300m dari permukaan laut. Selain perkebunan kopi, perjalanan menuju Puncak Gampeng juga akan melewati hutan pinus yang eksotis.

Keindahan dan potensi wisata Gampeng sudah diakui oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, namun karena kurangnya publikasi, tempat ini masih sepi pengunjung.


KKN-PPM UGM 2015 mengembangkan jalur hiking Gampeng via Dusun Wonokasihan dengan pembuatan peta pendakian, plangisasi pos-pos dan rute pendakian, dan pembuatan konsep wahana untuk Gampeng. Diharapkan karya dan pengabdian tim KKN-PPM UGM 2015 dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata bagi implementasi master plan Coffee Techno Park dari Kawasan Gunung Kelir.
Denah Peta Lokasi Basecamp Wisata Nggampeng Gunung Kelir

Bukit Gampeng (Nggampeng ) ini belum banyak diketahui oleh kalangan pencinta alam.Bukit ini berada di daerah Semarang Selatan tepatnya terletak di dusun Gembongan Desa Brongkol Kecamatan Jambu Kanbupaten semarang. Puncak Bukit ini dapat di tempuh melalui 4 jalur dengan melewati pertanian warga sekitar. Jalur" pendakian dapat di tempuh melalui Gembongan, Gertas, Wonokasian dan Banyu Biru.


view mt lawu dan gumpalan awan yang terkena mentari

Sun Rise


mt telomoyo belakangnya mt merbabu

bukit kendil dan mt lawu di sisi cahaya matahari

terlihat gagahnya mt lawu

di sini dapat melihat luwasnya rawa pening

gumpalan awan dengan pancaran mentari

Negri diatas awan

Suasana malam