Saturday, March 11, 2017

Durian Brongkol Dalam Sejarah

Brongkol adalah sebuah desa di kecamatan Jambu, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi Di kaki Gunung Kelir, sebuah gunung kecil di sebelah utara Gunung Telomoyo. Desa ini sangat dikenal karena merupakan daerah produsen durian yang mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, mempunyai rasa manis bercampur pahit, dan aroma harum yang menyengat. Buah ini tumbuh sekitar bulan Januari, Februari, dan Maret dan dijual oleh penduduk dengan harga variasi antara 10.000 sampai 50.000 rupiah.

Kesadaran penduduk dalam bidang pendidikan sangat tinggi, sehingga desa ini cukup disegani karena banyak melahirkan prestasi dan tokoh masyarakat. Banyak anak desa yang sekolah di perguruan tinggi ternama seperti UI, UGM, UNDIP, UNY, UDINUS, UKSW, UNIKA dan lain sebagainya.

Sejarah

Penduduk selalu memule leluhur tiap tahun sekali yang sering disebut sebagai "Cikal Bakal Desa Brongkol" yang bernama Ki Sontomerto dan Nyi Sontomerto Ingkang Sumare Ing Ngembat. Nama tersebut selalu dikenang pada saat acara kadeso. Tidak diketahui secara persis tahun berapa dia memulai berdomisili di desa ini. Namun nama Brongkol diambil bukan dari namanya melainkan karena daerah tersebut banyak tumbuh Bonggol Bambu Bongkol (Pring Belo). Tumbuhan tersebut sekarang sudah mulai langka.

Pada Zaman Perang Gerilya, desa Brongkol merupakan jalur yang dilewati oleh para pejuang. Tokoh-tokoh besar seperti Jendral Sudirman dan Kolonel Suharto pernah melewati jalur tersebut. Desa inipun sempat mendapatkan hujaman dari Bom Belanda baik dari pesawat tempur maupun yang ditembakkan dari Ambarawa. Beberapa orang mendapat penghargaan sebagai veteran diantaranya:

Desa Brongkol bisa dikatakan desa makmur karena mempunyai kebun di lereng gunung, dan di kaki gunung terbentang luas sawah yang subur. Hal ini disebabkan banyaknya sumber air yang berfungsi sebagai pengairan diantaranya adalah sumber Ngancar dan Mbalong. Tidak keliru jika Pemerintah Kabupaten merencanakan desa ini dikembangkan menjadi desa Agro Bisnis Durian. Tapi sayang durian adalah buah musiman sehingga tentu saja panennya hanya setahun sekali. Buah Durian Brongkol sudah berkali-kali memenangkan kejuaraan tingkat Nasional. Adapun jenis duriannya adalah kendil, kopek, jambon, sukun, dan kenteng. Dari durian yang berlimpah ini, bisa saja penduduk diajari untuk membuat berbagai produk. Buah durian diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya menjadi kue durian, dodol, difermentasi, atau dijadikan asinan. Kini arilus durian juga diciutkan dan dibungkus lalu dibekukan untuk memperpanjang penyediaan durian. Dengan cara ini buah durian dapat diterima di pasaran ekspor. Rasa durian lebih disenangi dalam bentuk es krim dan kue-kue. Biji durian yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil. Sebetulnya jika melihat kondisi alamnya terlebih sumber air yang berlimpah membuat adanya peluang bagi masyarakat atau investor.Memanfaatkan menjadi perikanan, atau sangat memungkinkan jika sumber air tersebut dibangun kolam permandian dan tempat wisata. Selama ini masyarakat Ambarawa kalau berenang harus pergi ke Muncul, lokasi yang sangat jauh. Kalau ada investor membangun permandian di desa ini, maka sangat dimungkinkan masyarakat Ambarawa dan sekitarnya akan memanfaatkan waktu senggangnya untuk berenang atau berlibur di Desa Brongkol.

Durian Brongkol, Rasanya Legit Manis dan Pahit


Durian Brongkol, dari Dusun Brongkol Kecamatan Jambu sudah terkenal di kalangan “penggila” durian. Buahnya kuning, terasa legit saat dikunyah. Tak hanya itu, dagingnya tebal dan di lidah terasa manis dan bercampur pahit. Ukurannya cukup besar dan tak kalah enaknya dengan durian Montong (bukan lokal).

Terletak di Dusun Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, desa ini bisa dikatakan desa makmur karena mempunyai kebun di lereng gunung, dan di kaki gunung terbentang luas sawah yang subur.

Hal ini disebabkan banyaknya sumber air yang berfungsi sebagai pengairan diantaranya adalah sumber Ngancar dan Mbalong. Tidak keliru jika Pemerintah Kabupaten merencanakan desa ini dikembangkan menjadi desa Agro Bisnis Durian.

Buah Durian Brongkol sudah berkali-kali memenangkan kejuaraan tingkat Nasional. Adapun jenis duriannya adalah kendil, kopek, jambon, sukun, dan kenteng.

Dari durian yang berlimpah ini, penduduk mendapatkan pelajaran untuk membuat berbagai produk turunan dari buah duren (durian ini).

Buah durian diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya menjadi kue durian, dodol, difermentasi, atau dijadikan asinan.

Kini arilus durian juga diciutkan dan dibungkus lalu dibekukan untuk memperpanjang penyediaan durian. Dengan cara ini buah durian dapat diterima di pasaran ekspor.

Rasa durian lebih disenangi dalam bentuk es krim dan kue-kue. Biji durian yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil.

Sejarah dahsyat perjuangan negeri ini yaitu pertempuran “Palagan Ambarawa” yang terkenal itu, dimana Brongkol menjadi perlintasan alternatif dan strategis menuju Ambarawa bila dari Jogjakarta, Ibu Kota darurat masa perang kemerdekaan.

Menurut Sulismono, salah seorang kolumnis dan penjual bibit tanaman Durian (Duren), dia bersama rekannya mengunjungi sebuah rumah di Ngaprah. Di rumah tersebut, ia mendapatkan cerita bahwa dulu Soepardjo Roestam (Mantan Menkokesra Era Soeharto) pernah ditanya wartawan seputar Palagan Ambarawa.

Ia (Soepardjo Roestam, red.) mengatakan bahwa dia agak ‘kesal’ sekaligus kagum dengan Soeharto, ketika iring-iringan Palagan Ambarawa bertempur melawan agresi militer Belanda.

Menurut Soepardjo Roestam ketika ditanya wartawan, Soeharto kala itu berjalan sangat cepat. Keberanian taktik dan strategi perang gerilya Panglima Kol. (Sebelum menjadi Jendral Besar, Anumerta) Soedirman yang diaplikasikan Soeharto waktu itu betul-betul mengetarkan/mengangetkan dunia; ternyata “Indonesia” masih ada. Soeharto betul-betul memartirkan dirinya untuk mati demi Republik Indonesia.

Belanda mengirimkan tim kontra gerilya untuk menghadang iring-iringan tersebut, seeperti orang-orang Boer, Afrika.

Ketika Soeharto dikirim untuk operasa buka jalan, Ia (Soeahrto, red.) pun sampai terpojok dan terkepung di sebuah rumah. Namun berkat pertolongan orang setempat, Soeharto mampu lolos dengan cara ditutupi tumbu (semacam anyaman bambu).

Sulismono ketika mengunjungi tepat persembunyian Soeharto di Ngrapah, melihat ada Rumah kecil dan tua, namun pernah ditempati orang-orang besar seperti Gatot Soebroto. Di sana Sulistomo mendapat kisah juga bahwa Palagan Ambarawa kerap kali memakan buah-buahan hutan di areal hutan yang luas dan lebat di desa terdekat (Brongkol) dan akhirnya juga berhasil memukul mundur pasukan Kerajaan Belanda ke arah Semarang.

Desa Jambu (Kecamatan Jambu) dan Peristiwa Sejarah

Palagan Ambarawa

Desa Jambu (kini Kecamatan Jambu) tercatat mengalami peristiwa bersejarah, antara lain ketika pertempuran Ambarawa, dimana desa ini merupakan salah satu tempat dimana pasukan NICA Kerajaan Belanda terkepung oleh pasukan Sarbini dibawah komando Kolonel (pada waktu itu) Soedirman.

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan.

TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru.

Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka.

Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben.

Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.

Sebelum Serangan Umum 1 Maret 1949

Beberapa bulan sebelum Perintah Serangan Umum 1 Maret 1949, Soedirman dan anak buahnya bergerak menuju Desa Jambu dan tiba pada 9 Januari 1949. Di sana, Soedirman bertemu dengan beberapa menteri yang tidak berada di Yogyakarta saat penyerangan: Supeno, Susanto Tirtoprojo, dan Susilowati.

Bersama para politisi ini, Soedirman berjalan ke Banyutuwo sambil memerintahkan beberapa tentaranya untuk menahan pasukan Belanda.

Di Banyutuwo, mereka menetap selama seminggu lebih. Namun, pada 21 Januari, tentara Belanda mendekati desa. Soedirman dan rombongannya terpaksa meninggalkan Banyutuwo, berjuang menembus jalan dalam hujan lebat.

Di Desa Jambu ini pasukan sudirman kerap kali menyantap getuk, buah jambu, pisang, durian dan juga sayur-sayuran. Mengingat kondisi fisiknya pada saat itu mulai menurun. Menurut cerita para pelaku sejarah yang masih hidup, Soedirman hanya sedikit makan nasi, tidak sampai sepertiga pelepah daun jati (setengah piring kurang, red.)

Soedirman memerintahkan Letkol. Hutagalung untuk mulai merencanakan serangan besar-besaran, dengan prajurit TNI berseragam akan menyerang Belanda dan mununjukkan kekuatan mereka di depan wartawan asing dan tim investigasi PBB. Hutagalung, bersama para prajurit dan komandannya, Kolonel Bambang Sugeng, serta pejabat pemerintahan di bawah pimpinan Gubernur Wongsonegoro, menghabiskan waktu beberapa hari dengan membahas cara-cara untuk memastikan agar serangan itu berhasil. Pertemuan ini menghasilkan rencana Serangan Umum 1 Maret 1949, yang kemudian dilancarkan oleh Soeharto.